Dua pemain Semen Padang yang melakukan tindakan indispliner saat bertanding dikutip pendapatnya oleh harian Top Skor edisi awal pekan lalu.
Tommy Rifka, yang menanduk wasit karena tak puas dihukum kartu merah, mengaku pasrah apabila mendapat sanksi tambahan dari Komisi Disiplin PSSI.
Tetapi Abdul Rahman, yang diduga menyikut Goran Ganchev, punya respons berbeda. Dengan enteng, Abdul mengatakan akan pindah ke “liga sebelah” bila diberi sanksi. Liga sebelah yang dimaksud adalah Liga Super Indonesia.
Terus terang, pendapat Abdul itu sungguh menyedihkan. Ini bukan soal liga itu atau liga ini. Ini soal sikap seorang pemain yang katanya profesional. Pemain profesional Indonesia terkesan menganggap ringan sanksi atas tindakan indisipliner yang dilakukannya dalam sebuah pertandingan.
Pelanggaran, apa pun levelnya, adalah biasa dalam sebuah pertandingan. Menjadi biasa pula apabila pelanggaran itu diganjar oleh sanksi yang berlaku. Entah oleh wasit di lapangan atau komisi disiplin. Itulah yang dinamakan sebuah sistem.
Pemain Indonesia pada umumnya dikenal mudah bereaksi negatif atas sanksi yang diberikan kepada mereka dalam sebuah pertandingan. Protes berlebihan kepada wasit mudah ditemui di kompetisi lokal. Mungkin penyebabnya wasit yang tidak kompeten, tetapi mungkin pula para pemain tidak berbesar hati mengakui kesalahan mereka.
Fakta bahwa para pemain Indonesia mudah memprotes wasit terlihat jelas di Piala Asia 2007. Dari empat tuan rumah bersama, Indonesia adalah satu-satunya tim yang gemar memprotes atau bereaksi negatif ketika wasit memberikan sinyal adanya pelanggaran dan tendangan bebas untuk lawan.
Hal ini jarang dilakukan oleh para pemain Thailand, Malaysia, dan Vietnam yang juga menjadi tuan rumah.
Para pemain Indonesia juga dikenal senang melakukan pelanggaran yang sebenarnya ingin bermain keras namun prakteknya menjadi kasar. Mungkin ini bukan serta-merta salah mereka. Ada kesan mereka salah asuhan.
Menjadi pemain profesional memang bukan hal mudah. Bersikap profesional juga bukan hanya di atas lapangan, tetapi juga dalam sikap dan pikiran. Profesional sejati adalah sosok yang mau bertanggung jawab terhadap segala tindakan yang dilakukan – entah positif atau negatif.
Menjadi profesional berarti sadar akan kewajiban dan peran. Para pemain profesional selayaknya sadar bahwa mereka terikat pada hadiah dan sanksi. Bila berprestasi mendapat hadiah, bila melanggar akan mendapat hukuman. Itulah aturan mainnya.
Dalam hal ini, klub juga punya peran terhadap para pemainnya. Mereka adalah pembina. Apa yang dilakukan para pemainnya di lapangan menjadi tanggung jawab mereka pula. Sebagai contoh, klub di liga yang sudah mapan punya kebijakan yang mengatur perilaku para pemainnya di dalam dan luar lapangan. Bila terbukti melanggar akan ada sanksi keras.
Mungkin klub Indonesia sudah sepatutnya menerapkan kebijakan serupa agar pemain tetap mampu bersikap profesional. Andai pemain seperti Tommy dan Abdul mampu memahami sikap-sikap profesional maka pernyataan yang menganggap enteng sebuah tindakan indisipliner tak akan muncul.
Sepak bola Indonesia sudah penuh dengan catatan buruk. Untuk mengubahnya dibutuhkan peran serta seluruh pemangku kepentingan. Dan itu berarti termasuk para pemainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar